Utamakan Kesenangan Bermain Coach Timo: Sepakbola Usia Dini!

MPOID Utamakan Kesenangan Bermain Coach Timo: Sepakbola Usia Dini Harus Begini! Sepakbola usia dini kerap dipandang sebagai ajang kompetisi belaka—apalagi ketika nama besar lembaga, sekolah, atau bahkan orang tua ikut terlibat di dalamnya. Namun, jika kita menilik kembali esensi sebuah permainan, apakah kemenangan di usia belia benar-benar lebih penting daripada menumbuhkan kecintaan anak terhadap bola? Coach Timo Scheunemann menegaskan: di level usia dini, kesenangan dalam bermain harus selalu menjadi prioritas utama.
Mengutamakan Kesenangan di Balik Ajang Kompetisi
Pada Minggu, 1 Juni 2025, program MilkLife Soccer Challenge telah menuntaskan seri Bandung. Ajang ini bukan sekadar kompetisi biasa, melainkan panggung bagi anak-anak untuk menggali potensi, bersosialisasi, dan—yang terpenting—menikmati setiap detik berlaga. Dalam seri Bandung, SDN 075 Jatayu muncul sebagai juara di Kelompok Usia 10 tahun, sedangkan SDN 073 Pajagalan B menorehkan prestasi gemilang di Kelompok Usia 12 tahun. Utamakan Kesenangan Bermain Coach
Lantas, apa makna kemenangan bagi anak-anak di usia sepuluh atau dua belas tahun? Apakah trofi seminggu kemudian akan mereka ingat di masa dewasa? Atau justru, kenangan berlarian di lapangan, tertawa bersama teman, dan mendapatkan dukungan tanpa beban yang paling melekat di hati?
Coach Timo, yang telah memegang lisensi kepelatihan UEFA A sejak 2007 di Köln, Jerman, menegaskan bahwa—meski keberhasilan di atas kertas terlihat positif—hal terpenting terletak pada proses pembelajaran dan kenangan menyenangkan yang tertanam. “Kemenangan para juara hari ini merupakan hal yang sangat positif. Ini bukan masalah juara, tetapi soal berkembang dan kesenangan bermain bola,” ujarnya tegas.
Peran Orang Tua dan Sekolah: Antara Harapan dan Kelebihan Beban
Di era kompetisi usia dini, tidak jarang ekspektasi orang tua dan sekolah membebani anak secara tak terukur. Kita sering mendengar orang tua yang menekan anak untuk memenangkan pertandingan demi menambah “rekam jejak” di CV olahraga mereka. Padahal, pola seperti ini justru berisiko mematikan semangat natural seorang anak.
“Diharapkan orang tua dan sekolah tidak memberikan tekanan atau beban yang berlebihan. Ini adalah masa kecil mereka dan kalau mereka memilih sepakbola, harus senang dulu, sehingga mereka rajin berlatih. Bila rajin berlatih, mereka akan berkembang,” terang Coach Timo.
Kata kunci di sini adalah kesenangan. Sebelum berbicara teknik tendangan atau strategi formasi, anak perlu merasakan kegembiraan melalui tiap sentuhan bola—tanpa takut salah, tanpa takut diejek, dan tanpa tuntutan hasil akhir. Ketika anak senang, mereka secara alami akan melatih diri, berlatih dengan penuh rasa ingin tahu, dan menyerap ilmu lebih efektif.
Membangun Ekosistem Sepakbola Putri: Langkah Strategis PSSI
Tidak hanya kompetisi usia dini secara umum, namun perhatian khusus juga mulai tercurah ke sepakbola putri. PSSI menyadari masih minimnya ruang untuk anak perempuan meniti karier di dunia sepakbola. Oleh sebab itu, program-program grassroots yang inklusif menjadi fokus utama.
Dalam MilkLife Soccer Challenge seri Bandung, selain kategori umum, juga digelar Festival SenengSoccer khusus untuk kelompok usia enam hingga delapan tahun (KU 8) putri. “Kami berkomitmen untuk terus memupuk, menjaga, dan merawat ekosistem sepakbola putri, sehingga kami memberikan wadah berupa Festival SenengSoccer yang bertujuan untuk menumbuhkan kesenangan bagi para putri khususnya di usia enam hingga delapan tahun,” jelas Coach Timo.
Langkah ini tidak hanya soal ajang unjuk keberanian secara kompetitif, melainkan penanaman bibit-bibit regenerasi. Festival SenengSoccer berfungsi sebagai gerbang pertama agar calon pesepakbola putri lebih cepat mengenal sepakbola, merasakan semangat klub, dan menumbuhkan rasa percaya diri sejak dini. Jika program seperti ini terjaga kualitas dan kesinambungannya, maka proses menuju level KU 10 hingga KU 16 pun akan semakin terstruktur, berkelanjutan, dan berdaya guna.
Menuju Masa Depan Cerah Sepakbola Anak dan Putri
Apa yang bisa kita simpulkan dari pernyataan dan langkah-langkah coach Timo serta PSSI? Intinya, memperkuat pondasi sepakbola usia dini dan sepakbola putri memerlukan keseimbangan antara sisi kompetitif dan sisi rekreatif. Tanpa kesenangan, proses pembelajaran akan kehilangan daya magnet bagi anak-anak. Tanpa ekosistem yang dukung, potensi pesepakbola putri bisa terbuang sia-sia. Utamakan Kesenangan Bermain Coach
Melalui MilkLife Soccer Challenge, PSSI dan mitra berharap kiprah pesepakbola cilik, baik laki-laki maupun perempuan, dapat terus terawat. Mulai dari Festival SenengSoccer di KU 8, lanjut ke kompetisi KU 10 dan KU 12, hingga proses seleksi ke jenjang berikutnya. Dengan model pengembangan yang humanis—dengan menekankan bahwa “anak yang senang akan tumbuh menjadi atlet yang juga bahagia”—maka fondasi yang dibangun kini akan menjelma menjadi prestasi berkelanjutan di masa depan.
Sebagai penutup, kita patut bertanya pada diri sendiri: apakah kita sudah memberi ruang bagi anak untuk bersenang-senang ketika mereka bermain sepakbola, ataukah kita terlalu fokus pada hasil akhir? Ingatlah, trofi dan piala hanyalah bonus. Kenangan indah di lapangan hijau, tawa bersama rekan setim, dan semangat pantang menyerah yang tumbuh dalam diri anak itulah yang sejatinya membangun karakter juara—baik di dalam maupun di luar lapangan.